Welcome

Welcome to sahdathidayat.blogspot.com

Friday, 3 January 2014

Tempat Wisata Bagi Para Lajang

Sekarang bukan saatnya para lajang takut melakukan perjalanan wisata. Berbagai tempat menarik terlalu sayang dilewatkan, dibanding mencemaskan apa yang akan terjadi jika Anda bepergian seorang diri. Senangkan diri, lepaskan ketakutan, dan segeralah menjelajah tempat-tempat asyik ini, seperti dilansir First to Know berikut ini.
 
New York City

Kota yang selalu hidup 24 jam selama tujuh hari ini tidak akan membuat Anda kesepian. Empire State Building, Patung Liberty, Central Park, Metropolitan Museum of Art adalah tempat-tempat yang bisa didatangi. Mengeksplorasi jalanan dengan berkunjung ke The Cloisters atau salah satu perpustakaan kota juga bisa menjadi salah satu opsi menarik.
 
Jika lapar melanda, saatnya mengunjungi Upper West Side untuk menikmati sajian lezat. Oleh-oleh untuk kerabat dekat pun bisa didapatkan di toko-toko bohemian West Village atau Grand Central Station. Saat malam tiba, Anda dapat menikmati hiburan yang tersebar di berbagai sudut kota seperti bar dan kafe.
 
Jepang

Negeri Sakura merupakan salah satu negara aman untuk kunjungan seorang diri. Tak perlu takut disergap penjahat saat jalan sendirian malam hari. Jepang melarang kepemilikan senjata api bagi penduduk sipil.
 
Di musim semi yang terjadi pada bulan Maret hingga Mei, biasanya bunga-bunga Sakura akan bermekaran. Anda bisa mengunjungi Ueno Park untuk melakukan hanami atau wisata menikmati bunga Sakura.

Berbagai bangunan bersejarah seperti bekas istana kaisar dan kuil-kuil yang tidak terhitung jumlahnya bisa Anda temukan di Kyoto. Jepang juga memiliki banyak taman hiburan dengan wahana paling mendebarkan seperti Tokyo Disney Resort dan Fuji-Q Highland.

Jangan melewatkan kunjungan Anda ke Universal Studios Japan jika Anda ingin berjalan-jalan di berbagai lokasi syuting film. Sedangkan, suasana metropolitan dapat Anda temukan di ibu kota Jepang, Tokyo. Berbagai festival dan tradisi unik yang digelar di Jepang juga bisa Anda saksikan.
 
Vietnam

Meski Vietnam pernah mengalami perang saudara berkepanjangan, tapi negara ini masih menyisakan pesona yang sayang untuk dilewatkan. Jika masih khawatir dengan masalah keamanan, ada dua kota yang relatif aman dikunjungi: Hanoi dan Saigon.
 
Anda tidak perlu menyiapkan anggaran besar karena biaya hidup di dua kota tersebut relatif rendah. Semangkuk Pho atau mie sapi bisa didapatkan kurang dari satu dolar. Hanoi juga sangat kental dengan arsitektural China dan kolonial terutama di kawasan kota tua yang dikenal dengan sebutan The Old Quarter.

Salah satu daya tarik The Old Quarter adalah Hoan Kiem Lake, sebuah danau cantik dengan pagoda kecil yang disebut Turtle Tower di tengahnya.

Jika ingin menikmati kesenian tradisional, Anda bisa menemukannya di seberang danau. Di sana terdapat Thang Long Water Puppet Theater, sebuah pertunjukan boneka yang unik karena tidak diadakan di atas panggung melainkan di atas sebuah kolam.
 
Jalan-jalan ke Saigon tidak kalah menarik. Tempat-tempat wisata di daerah ini berdekatan sehingga Anda bisa berjalan kaki. Anda bisa mulai berjalan kaki dari Ben Thanh Market kemudian melanjutkan perjalanan ke Reunification Palace, War Remnants Museum, Notre Dame Cathedral, Central Post Office, dan masih banyak lagi. Untuk mendapatkan penginapan murah, Anda bisa mencarinya di kawasan backpacker  di Pham Ngu Lao Street.

Wednesday, 1 January 2014

keluar dan ke luar

Suatu hari, teman saya mengajukan pertanyaan setengah gurau setengah tantangan. Lebih kurang, dialognya begini:
Teman : Pertanyaan nih, kalo maju ‘kan (pasangannya) ke depan, kalo mundur (pasangannya) ke belakang, kalo minggir ke (pasangannya) samping, dan masuk (pasangannya) ke dalam. Nah, kalo keluar (pasangannya)?
Saya : Ya ke luar.
Teman : Yee, ‘kan harus beda, kaya masuk pasangannya ke dalam, nah kalo keluar apaan?
Saya : Yee, udah di bilangin ke luar. Beda dong, yang satu verba yang satu frasa adverbial. Ya kalo disebut pake omongan (bahasa Lisan) mah ngga jelas lah, kalo ditulis baru beda. Kalo keluar verba ke dan luar-nya disatuin; yang frasa adverbial mah nggak, soalnya ke-nya harus berdiri sendiri dulu, supaya jelas sebagai adverbia … Gitu boss.
Dari cerita setengah betulan setengah saduran di atas, tampak bahwa ada orang yang masih mengacaukan antara keluar dan ke luar. Dalam bahasa lisan, jelas antara kedua kata tersebut sulit sekali dibedakan. Saya sendiri mustahil membedakannya jika pengucapannya bukan dalam tataran kalimat. Akan tetapi, dalam bahasa tulisan, di antara kedua bentuk tersebut terdapat perbedaan yang memang sih tetap menunjukkan keserupaan tetapi tetap tak sama kok.
Keluarke dan luar ditulis bergabung — adalah verba dasar, maknanya ‘bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar’. Karena dia berupa verba dasar, dia berpotensi dan boleh diletakkan dalam posisi predikat suatu kalimat sehingga bolehlah disusun kalimat misalnya seperti berikut.
(1) Ratih keluar.
(2) Yang sudah selesai boleh keluar.
(3) Kami keluar jika yang lain keluar duluan.
Lain hal dengan ke luar. Ke luar adalah sebuah frasa adverbial yang hanya bisa mengisi posisi keterangan di dalam sebuah kalimat. Ke luar terdiri dari ke, adverbia yang berfungsi menjadi penunjuk tempat, dan luar yang bermakna ‘tempat bukan di dalam’.
Dalam analogi maju = ke depan, mundur = ke belakang, masuk = ke dalam terdapat analogi hubungan verba-posisi. Posisi tersebut dinyatakan dengan frasa adverbial. Frasa adverbial tersebut mengandung dua konstituen: (1) adverbia ke dan (2) nomina tempat yang koheren dengan tiap-tiap verba. Maju jelas bergerak ke depan, mundur jelas bergerak ke belakang, dan keluar, jelas bergerak menuju luar. Maju berlawanan dengan mundur begitupun depan berlawanan dengan belakang. Analogi perbandingan yang sama berlaku untuk dalam versus luar dan ini dapat dijadikan dasar pengujian mengenai apakah luar memang sah.
Jadi, hubungan keluar = ke luar itu saya pikir sah dan benar. Permasalahannya, kemiripan bunyi antara keluar dan ke luar dalam bahasa lisan adalah kebetulan semata karena dalam bahasa lisan, spasi dalam bahasa tulisan tidak serta merta harus diinterpretasi sebagai jeda. Ada spasi yang memang melambangkan jeda ada pula yang bukan.
Yang perlu diperhatikan penggunaannya menurut saya bukan masalah keabsahan pasangan keluar dan ke luar semata, tetapi justru penggunaan pasangan maju dan ke depan, mundur dan ke belakang, serta masuk dan ke dalam sekaligus dalam satu kalimat misalnya kalimat seperti ini.
(4) Yang sudah mendaftar segera masuk ke dalam.
(5) Mundur ke belakang tiga langkah!
(6) Siswa yang tidak mengerjakan tugas disuruh maju ke depan.
Setelah penjalasan tentang kesamaan makna antara maju dan ke depan di atas, bukankah kalimat-kalimat seperti nomor (4) sampai (6) itu mengalami pemborosan kata? Nah, demi penggunaan bahasa Indonesia yang efektif, kalimat boros karena penggunaan verba dan frasa adverbial yang bermakna sama seperti pada kalimat (4) sampai (6) hendaknya dihindari.

semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan, khusunya tentang bahasa indonesia :)