Welcome

Welcome to sahdathidayat.blogspot.com

Friday 9 October 2015

Makalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM)



KATA PENGANTAR
Pertama – tama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Tak lupa pula salawat serta salam kami hantarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah merangkul kita dari alam Jahiliyah menuju alam Islamiyah seperti saat ini.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Pembimbing Teguh Widodo yang mengajar Mata Kuliah yang senantiasa membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Yang mana judul dari makalah ini adalah : Kontribusi Lembaga Keuangan Mikro Nagari Dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan perlu perbaikan. Dengan semangat amar makruf dan upaya meningkatkan ilmu pengetahuan, kami senantiasa mengharapkan kontribusi pemikiran dan saran perbaikan demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat memberi manfaat dan hanya kepada Allah SWT kami memohon agar meridhoi segala upaya kita bersama, amin ya rabbal ‘alamin.
Wassalam,                                          
                                           Pariaman, 23 September 2015

                                                                                                                                                                                                                        Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................  i
DAFTAR ISI .............................................................................................   ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah ............................................................. 2
1.2  Rumusan Masalah ......................................................................  4
1.3  Tujuan Masalah .........................................................................   4
1.4  Manfaat Penulisan ...................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
            2.1 Sejarah KUR dalam Perspektif LKM di Sumbar ....................... 5
            2.2 Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan ..................... 7
            2.3 Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM........................  8
BAB III PENUTUP
            4.1 Kesimpulan ................................................................................. 11
            4.2 Saran ........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA




KONTRIBUSI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO NAGARI DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN  


Abstrak

Makalah ini mencoba menjelaskan peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam penanggulangan kemiskinan. Lembaga ini bergerak di sektor keuangan, khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Dalam Pelaksanaanya Lembaga Keuangan Mikro Nagari mengalami banyak persoalan. Salah satunya dengan  banyaknya kasus bantuan kredit mikro nagari  yang macet. Hasil kajian membuktikan bahwa persoalan kredit macet banyak yang melibatkan pelaksana kegiatan dan anggota.
Makalah bertujuan menganalisis bagaimana manajemen lembaga keuangan mikro nagari dapat dilaksanakan dengan baik dari perspektif Undang-undang No. 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro sehingga dapat berperan baik dalam penanggulangan kemiskinan. Makalah ini secara khusus menjelaskan kemampuan manajerial pengurus dan faktor pelayanan Lembaga Keuangan Mikro Nagari. Dari hasil pembahasan ini diharapkan dapat memberikan pandangan tentang kontribusi lembaga ini dalam proses konsep pengembangan dan  pembangunan masyarakat ekonomi lemah di masa yang akan datang.

Kata kunci : Kredit macet, LKM, Manajemen LKM.






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Merujuk Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) maka lembaga ini merupakan lembaga  formal nonbank  yang  menjadi bagian dari penataan ekonomi nasional. Hal ini berarti bahwa dalam kegiatannya Lembaga Keuangan Mikro Nagari (LKM)  turut andil dalam mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu sendiri maupun untuk Nasabah dan masyarakat di sekitarnya. LKM  sebagai perkumpulan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi dalam mengembangkan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia  konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan kepada seluruh warga negara Republik  Indonesia dengan asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Dalam arti yang lebih luas, dirumuskan pada ayat (4) pasal tersebut di atas, bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang sering disebut sebagai pelaksana ekonomi kerakyatan ini, batasannya dirumuskan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro  Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut:
“Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan”.
Dari pasal tersebut di atas, sudah jelas bahwasannya LKM adalah Lembaga Keuangan berbadan hukum, memiliki modal dan mendapatkan izin usaha. Bentuk badan hukum dapat saja berbentuk koperasi atau perseroan terbatas. LKM ini dalam aturan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 dapat dimiliki sahamnya dari Pemerintah Kab/Kota  atau badan usaha milik desa, koperasi dan warga negara Indonesia. Adapun tujuan utama pendirian LKM ini adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat; selain itu juga diharapkan membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Karena kegiatan ini berorientasi pada usaha mikro, maka sasaran utamanya adalah masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah dan ini juga sebagai gerakan ekonomi Kerakyatan.
LKM mempunyai peranan yang cukup besar dalam memberikan pinjaman dalam jumlah kecil untuk orang miskin dengan tujuan mereka bisa berwirausaha. Kredit mikro ditujukan untuk orang-orang yang tidak memiliki jaminan, pekerjaan tetap, dan riwayat kredit yang terpercaya, serta tidak mampu untuk memperoleh kredit biasa. Kredit mikro merupakan bagian dari keuangan mikro, suatu layanan keuangan untuk membantu orang-orang miskin yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan LKM.
Makalah ini mencoba memberikan perspektif tersendiri tentang bagaimana LKM dapat berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat, walaupun dalam perspektif lain diakui program LKM ini sering membebani anggaran daerah dan kinerja daerah karena seringnya pemberian kredit ini yang sering macet. Untuk mengantarkan tujuan ini, makalah ini dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama mencoba menjelaskan Sejarah KUR dan pengertian seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam perspektif LKM di Sumatera Barat. Bagian kedua menjelaskan rasional peranan LKM dalam penanggulangan kemiskinan di Sumatera Barat. Bagian akhir merupakan kristalisasi makalah yang terangkum dalam kesimpulan dan saran.

1.2  Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang yang telah di paparkan diatas dapat di rumuskan beberapa Rumusan Masalah antara lain, sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah KUR dalam perspektif LKM di Sumbar ?
2.      Bagaimana Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan ?
3.      Bagaimana Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM ?

1.3  Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :
1.         Untuk mengetahui bagaimana Sejarah KUR dalam perspektif LKM di Sumbar.
2.         Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana LKM dalam Pengentasan Kemiskinan.
3.         Untuk mengetahui dan mengkaji Manajemen yang Baik Kunci kesuksesan LKM.

1.4  Manfaat Masalah
Adapun manfaat dari makalah ini antara lain :
1.      Dapat meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai sejarah KUR dalam perspektif LKM di Sumbar.
2.      Dapat meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai  LKM dalam pengentasan kemiskinan.
3.      Dapat meningkatan pengetahuan pembaca mengenai Manajemen yang Baik Kunci kesuksesam LKM.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah KUR dalam Perspektif di Sumbar
Siapapun yang berkecimpung dalam usaha KUR, sering mendengar sebuah bank di Bangladesh yang terkenal Grameen Bank. Esty (2011) pernah mewawancarai seorang pendirinya yaitu Muhammad Yunus. Inspirasi beliau mendirikan Grameen Bank sekitar awal tahun 1972-an. Pada waktu itu Yunus baru pulang kuliah S3 dari Amerika Serikat. Beliau tidak pernah berpikir akan menjadi seorang bankir di Bangladesh. Yang beliau pikirkan adalah bagaimana Bangladesh keluar dari keterpurukan karena liberalisasi.
Singkat cerita beliau mendirikan dan memimpin Grameen Bank dengan sukses pada tahun 1983 untuk membantu masyarakat kecil dari kelaparan dan kemiskinan. Dimulai dari lingkungan di mana beliau tinggal yaitu Desa Jobra. Beliau mendirikan semacam koperasi untuk para petani. Beliau meminjamkan uang kepada anggota masyarakat dengan sistem trust. Artinya, tidak ada jaminan materi yang nilainya sama untuk masyarakat yang meminjam. Hanya kepercayaan orang bank terhadap orang tersebut sehingga bank mau meminjamkan sejumlah uang kepada peminjam. Pinjaman ini berbunga rendah.
Berbekal kesuksesan Grameen Bank, banyak negara lain mencontohnya dalam berbagai modifikasi usaha termasuk Indonesia. Pada awalnya yang dilakukan Indonesia adalah menciptakan kredit bergulir yang disalurkan melalui bank-bank pemerintah. Pada tahun 2007 Pemerintah meluncurkan KUR untuk para pengusaha kecil dalam memperoleh modal usaha melalui pinjaman. Bank-bank penyalur pada waktu itu meliputi BRI, BNI, Bukopin, BSM dan Mandiri. KUR ini bertujuan membantu UMKM dan koperasi dalam memperoleh modal pembiayaan.
Dari penjelasan tersebut di atas, jelas bahwa peran pemerintah dari sisi pendanaan untuk mendukung kegiatan LKM yang berbentuk koperasi maupun UMKM dirasakan sangat besar. Namun di sisi pembinaan, peran pemerintah yang kurang maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi kesadaran masyarakat saat ini untuk berperan di LKM  juga terlihat masih sangat rendah. Seperti di Sumatera Barat Tahun 2008 baru tercatat 6.910 kelompok usaha ekonomi kecil yang dikelola masyarakat miskin di Sumatera Barat  telah memanfaatkan pinjaman dana LKM yang penyalurannya melalui Bank daerah. Dari banyaknya kelompok tersebut, 5,3% kelompok menunggak[1].  Sebagai contoh Kota Solok terjadi tunggakan untuk kredit bergulir sekitara Rp. 2,06 Milyar[2], Kabupaten Padang Pariaman 4, 05 Milyar[3].
Salah satu faktor utama kredit macet ini disebabkan oleh karena masih banyak anggota yang kurang berpartisipasi aktif didalam kegiatan usahanyanya. Padahal partisipasi anggota dalam LKM sangat penting peranannya untuk memajukan dan mengembangkan lembaganya sendiri. Tanpa adanya partisipasi aktif anggota dalam mengawasi jalannya usaha, permodalan, dan menikmati keuntungan usaha, serta keterlibatan anggota dalam mengevaluasi hasil-hasil kegiatan LKM tidak akan ada artinya, dan tidak akan dapat bekerja secara efektif dan efisien yang mengakibatkan Lembaga ini tidak akan dapat berkembang.
Secara umum, ada beberapa hal yang menjadi latar belakang penghambat perkembangan usaha  LKM di Sumatera Barat :
  1. Adanya kontradiksi dalam dualisme tujuan usaha LKM, dimana disatu sisi, bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya berdasarkan prinsip kekeluargaan dan saling tolong menolong, sisi yang lain bertujuan untuk mencari laba sebagai sebuah badan usaha, yang pada dasarnya adalah faktor utama penghambat penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam usaha Lembaga LKM untuk mencari laba.
  2. Kemampuan sumber daya manusia terbatas, yang secara langsung mengakibatkan terbatasnya kemampuan manajerial  LKM .
  3. Geografi dan jaringan distribusi usaha yang terbatas.
  4. Sarana infrastruktur yang memadai belum dimiliki.
  5. Modal yang terbatas.
  6. Terbatasnya penerapan prinsip-prinsip ekonomi secara konsisten dalam LKM.
  7. Buruknya pelayanan LKM sehingga anggota enggan berkontribusi aktif dalam usaha lembaga tersebut .
  8. Tingkat kepercayaan anggota terhadap pengurus LKM rendah yang disebabkan oleh kinerja pengurus lembaga yang buruk.
  9. Tingkat partisipasi aktif anggota rendah dalam kegiatan usaha LKM.
  10. Faktor ekonomi dan politik yang terjadi di Indonesia.
Di Sumatera Barat.

2.2 Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan
Terlepas dari macetnya kredit yang disalurkan, LKM dalam banyak hal telah turut berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan. Bagaimana tidak, sejak KUR disalurkan pada tahun 2007, UMKM dengan usaha berskala kecil berkontribusi sebesar 42,61% terhadap PDB nasional. Peranan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja juga cukup signifikan. Tahun 2007, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini mencapai 87,73 juta orang atau 94,3% dari total tenaga kerja nasional[4].
Selanjutnya, data Kementerian KUKM (2009) menyebutkan lebih dari 26,4 juta unit usaha mikro dan kecil di tahun 2008. Mereka bergerak di sektor primer seperti pertanian, perikanan dan perkebunan. Jika asumsi kasar untuk UMKM ini rata-rata membutuhkan  satu juta hingga lima juta rupiah untuk modal usaha, maka akan ada permintaan untuk pembiayaan sekitar Rp. 26 triliun hingga 132 triliun.
Meski biaya proses pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari tingkat bunga bank konvensional, namun dari sisi mekanisme peminjaman, LKM memiliki beberapa kelebihan diantaranya tidak ada persyaratan agunan/jaminan seperti diberlakukan pada perbankan formal. Hal ini karena mekanisme peminjaman menggunakan sistem chanelling[5]. Bahkan ada beberapa LKM, pinjaman lebih didasarkan pada kepercayaan karena biasanya peminjam sudah dikenal oleh pengelolanya.
Kelebihan lainnya adalah tata cara pencairan dan pengembalian pinjaman sangat fleksibel dan seringkali disesuaikan dengan cash flow peminjam. Dengan kondisi tersebut, LKM dalam banyak hal dapat berkontribusi mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam rangka pengentasan kemiskinan terutama di perdesaan. Hal ini didukung pernyataan Ashari (2006) (1) LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan perdesaan sehingga mudah diakses oleh masyarakat yang sebagian besar petani; (2) masyarakat dipedesaan lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur; (3) karakteristik usaha umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM; (4) dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami karakteristik usaha sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah; dan (5) adanya hubungan sosial-budaya serta hubungan yang bersifat personal secara emosional sehingga dapat diharapkan mengurangi sifat curang dalam pengembalian kredit.

2.3 Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM
Berdasarkan kondisi LKM tersebut di atas, dapat dipahami bahwa banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan LKM di Sumatera Barat, maka dalam konteks ini lebih akan membahas bagaimana faktor manajerial LKM yang baik dapat mensolidkan kontribusi mereka dalam penanggulangan kemiskinan.
Kemampuan Manajerial merupakan suatu pengetahuan, sikap perilaku dan keterampilan yang dapat membuat pekerjaan menjadi lebih efektif sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien (Manullang; 1994).
Kemampuan manajerial dapat diartikan juga suatu usaha untuk menggerakkan sumber-sumber yang tersedia untuk terlibat dalam suatu program atau kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Kemampuan ini suatu prasyarat yang harus dimiliki pengelola manajemen tingkat puncak yang kemampuanya untuk memimpin organisasi sebagai suatu prasyarat dalam pengelolaan manajemen tingkat atas (top management).
Didalam LKM, kemampuan manajerial merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh para pengurus pengelolanya karena para pengurus pengelola memiliki  fungsi Manajerial yang menggerakan dalam mengelola lembaganya. Oleh karenanya pengurus pengelola  LKM memiliki tugas utama mengelolanya termasuk berbagai kegiatan usahanya. Dari tugas tersebut, jelas tersirat bahwa perkembangan lembaga ini sangat ditentukan oleh kualitas pengurus pengelolanya. Dimana faktor pengurusnya mempunyai peran posisi yang sangat menentukan dan dominan. Disamping itu, para pengurus pengelola memiliki tugas untuk melaksanakan kesepakatan dan  program LKM.
Untuk memilih seorang pengurus hendaklah individu yang dipilih karena memiliki kemampuan manajerial yang baik, dengan indikator kemampuan manajerial menurut Winardi (1995) sebagai berikut:
            1. Kemampuan Konseptual  (Conceptual Skill)
Memiliki suatu kemampuan mental untuk berfikir dalam memberikan pengertian, pandangan, persepsi, dan pendapat dalam menangani kegiatan-kegiatan organisasi secara menyeluruh, baik mengenai kebijakan, kemungkinan-kemungkinan dalam menghadapi perubahan dan bagaimana mengantisipasinya, serta mensinkronisasikan semua kegiatan dalam mancapai tujuan organisasi.
2. Kemampuan Kemanusiaan (Human Skill)
Memiliki suatu kemampuan untuk bekerja dalam kelompok atau dengan kelompok yang lain secara organisasi maupun secara individu, dalam memberikan motivasi, komunikasi, memimpin dan mengarahkan orang-orang untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


3. Kemampuan Teknis (Technical Skill  )
Memiliki suatu kemampuan dalam menangani suatu masalah yang ditunjukkan melalui kemampuan menggunakan suatu prosedur, metode, maupun peralatan teknis dalam proses operasional terutama yang menyangkut peralatan kerja manusia yang biasa digunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
4. Kemampuan Administratif (Administrative Skills)
Memiliki kemampuan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia serta pengawasan segala hal yang berkaitan dengan sistem administrasi.
Berdasarkan indikator-indikator kemampuan manajerial LKM tersebut, maka seluruh aspek dalam mengelola usaha mulai dari segi pemahaman, pengetahuan konseptual mengenai LKM, segi kemampuan dalam hal teknis, segi kemampuan administratif, segi kemampuan dalam memotivasi anggota, serta karakteristik-karakteristik personal adalah wajib dimiliki oleh pengurus LKM.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi LKM dalam penanggulangan kemiskinan sebenarnya cukup signifikan. Hanya saja seringnya kredit macet, karena disebabkan kemampuan manajerial pengurus LKM masih terbatas. Hal ini dimaklumi karena rata-rata SDM perdesaan juga masih rendah. Hanya kemauan yang tinggi saja orang mau mengurus LKM. Untuk itu sebagai rekomendasi perlu ada penguatan kapasitas bagi pengurus LKM guna meningkatkan kemampuan pengelolaan ataupun manajerialnya.
Tingginya peluang kredit macet di LKM juga karena disebabkan penyaluran pinjaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dengan kata lain LKM kurang memiliki kemampuan didalam menyeleksi calon kreditur. Untuk itu sebagai rekomendasi, penulis menyarankan ada pendampingan bila pinjaman sudah disalurkan. Atau alternatif lain dengan cara pengurus LKM menyeleksi dari sisi kepribadian si peminjam. 
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan sebuah LKM adalah partisipasi anggotanya, dan apabila dalam LKM telah terjadi situasi dimana anggota merasakan tidak adanya manfaat maupun  nilai tambah yang dapat diperoleh dengan bergabung di lembaga tersebut. Hal tersebut dapat dimaklumi karena boleh jadi akibat dari buruknya kinerja manajerial serta pelayanannya. Kondisi tersebut membuat partisipasi dari anggota akan menjadi semakin rendah. Yang harus dibenahi segera adalah reorientasi dan re-orientasi dan re-organisasi sebagai bangun perusahaan yang profesional. Dengan memperhatikan hal diatas, maka dengan ini penulis  menyarankan :
1.    Pemilihan pengurus dilakukan harus berdasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh calon pengurus tersebut, bukan berdasarkan pada kepentingan individu maupun golongan, namun demi kepentingan seluruh anggota LKM.
2.    LKM  harus mengadakan kegiatan pendidikan secara mandiri dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurus, pengawas, karyawan, dan anggota pada umumnya agar dapat memperbaiki kinerja pengelolaan dan usahanya.
3.    Pengurus harus membuat program-program yang melibatkan anggota, sehingga dengan partisipasi anggota, diharapkan dapat menjalin komunikasi yang lebih lancar antara pengurus dan anggota, dengan demikian aspirasi-aspirasi dari anggota dapat diserap oleh pengurusnya.
4.    Perlu adanya penerapan standarisasi pelayanan yang diberikan LKM terhadap para anggotanya, dengan adanya penerapan standar tersebut, diharapkan tingkat pelayanannya yang tinggi dapat menjadi suatu kebiasaan dan suatu etos kerja.
5.    Perlu adanya sosialisasi oleh pengurus LKM mengenai seluruh kegiatan dan program yang dilaksanakan di lembaga tersebut kepada para anggotanya sehingga seluruh anggotanya dapat mengetahui secara langsung kondisi lembaganya baik secara fisik maupun non fisik.
4.2 Saran

Bagi siapa yang membaca makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dalam menjalani aktivitas kita sebagai seorang mahasiswa.












DAFTAR PUSTAKA
Ashari (2006). Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 4 No. 2, Juni 2006. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

Esty, K (2011) Lessons from Muhammad Yunus and the Grameen Bank. OD PRACTITIONER Vol. 43 No. 1 2011.

Manullang, M (1994), Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia

Winardi (1995), Sistem Informasi Manajemen. Bandung : Penerbit NOVA,.




[1] Data Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Sumbar yang dirilis Bank Indonesia  mencatatkan rasio kredit macet sektor UMKM di Sumbar masih menyentuh 5,3% pada triwulan IV 2014 atau di atas ambang batas regulator 5%.
[2] Sumber: http://www.antaranews.com/print/276007/kredit-macet-dana-bergulir-solok-lebih-rp2-mi
[3] Sumber Bagian Ekonomi Pembangunan Setda Kab. Padang Pariaman 2015.
[4] Data Kementerian UMKM 2009.
[5].Bank-bank konvensional membedakan sistem kredit yaitu chanelling dan executing. Mekanisme executing digunakan oleh bank dengan bunga lebih tinggi dan mensyaratkan adanya agunan/jaminan.