KATA PENGANTAR
Pertama
– tama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Tak lupa pula salawat
serta salam kami hantarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
merangkul kita dari alam Jahiliyah menuju alam Islamiyah seperti saat ini.
Tak
lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Pembimbing Teguh Widodo yang
mengajar Mata Kuliah yang senantiasa membimbing kami sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Yang mana judul dari makalah ini adalah :
Kontribusi Lembaga Keuangan Mikro Nagari Dalam Penanggulangan
Kemiskinan.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna dan perlu perbaikan. Dengan semangat amar
makruf dan upaya meningkatkan ilmu pengetahuan, kami senantiasa mengharapkan
kontribusi pemikiran dan saran perbaikan demi kelengkapan dan kesempurnaan
makalah ini. Semoga dapat memberi manfaat dan hanya kepada Allah SWT kami
memohon agar meridhoi segala upaya kita bersama, amin ya rabbal ‘alamin.
Wassalam,
Pariaman, 23 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
.............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
ABSTRAK
.................................................................................................. iii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah ............................................................. 2
1.2 Rumusan
Masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan
Masalah ......................................................................... 4
1.4 Manfaat
Penulisan
...................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah KUR
dalam Perspektif LKM di Sumbar ....................... 5
2.2 Kontribusi LKM dalam Pengentasan
Kemiskinan ..................... 7
2.3 Manajemen yang Baik Kunci
Kesuksesan LKM........................ 8
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan
................................................................................. 11
4.2 Saran
........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
KONTRIBUSI LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO NAGARI DALAM PENANGGULANGAN
KEMISKINAN
Abstrak
Makalah ini mencoba menjelaskan peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam
penanggulangan kemiskinan.
Lembaga ini bergerak di sektor keuangan,
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi
pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Dalam
Pelaksanaanya Lembaga Keuangan Mikro Nagari mengalami banyak persoalan.
Salah satunya
dengan banyaknya kasus bantuan kredit
mikro nagari yang macet. Hasil kajian membuktikan bahwa persoalan kredit macet
banyak yang melibatkan
pelaksana kegiatan dan anggota.
Makalah bertujuan
menganalisis bagaimana manajemen lembaga keuangan mikro nagari dapat
dilaksanakan dengan baik dari perspektif Undang-undang No. 1 tahun 2013 tentang
lembaga keuangan mikro sehingga dapat berperan baik dalam penanggulangan
kemiskinan.
Makalah ini secara khusus
menjelaskan
kemampuan manajerial pengurus dan faktor pelayanan Lembaga Keuangan Mikro
Nagari. Dari hasil pembahasan ini
diharapkan dapat
memberikan pandangan tentang kontribusi
lembaga ini dalam proses konsep pengembangan dan pembangunan masyarakat ekonomi lemah di masa yang akan datang.
Kata
kunci : Kredit macet, LKM, Manajemen LKM.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Merujuk Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
maka lembaga ini merupakan lembaga formal
nonbank yang menjadi bagian dari penataan ekonomi nasional. Hal
ini berarti bahwa dalam kegiatannya Lembaga Keuangan Mikro Nagari (LKM) turut andil dalam mengambil bagian bagi
tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang
menjadi anggota perkumpulan itu sendiri maupun untuk Nasabah dan masyarakat di
sekitarnya. LKM sebagai perkumpulan yang
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi dalam mengembangkan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
konstitusi negara memberikan landasan
bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan
kesejahteraan kepada seluruh warga negara Republik Indonesia dengan asas demokrasi ekonomi. Jelas
hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Dalam arti
yang lebih luas, dirumuskan pada ayat (4) pasal tersebut di atas, bahwa
perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang sering disebut
sebagai pelaksana ekonomi kerakyatan ini, batasannya dirumuskan dalam
Undang-Undang No. 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut:
“Lembaga
Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan”.
Dari pasal tersebut di atas, sudah jelas
bahwasannya LKM adalah Lembaga
Keuangan berbadan hukum, memiliki modal dan mendapatkan izin usaha. Bentuk badan hukum dapat saja berbentuk koperasi atau perseroan terbatas. LKM ini dalam aturan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 dapat
dimiliki sahamnya dari Pemerintah
Kab/Kota atau badan usaha milik desa, koperasi
dan warga negara Indonesia.
Adapun tujuan utama pendirian LKM ini adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat; selain itu juga diharapkan membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas
masyarakat; dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Karena kegiatan ini berorientasi pada usaha
mikro, maka sasaran utamanya adalah masyarakat
miskin dan atau berpenghasilan rendah dan ini juga sebagai gerakan ekonomi
Kerakyatan.
LKM
mempunyai peranan yang cukup besar dalam memberikan pinjaman dalam jumlah kecil untuk orang miskin dengan tujuan mereka bisa berwirausaha.
Kredit mikro ditujukan untuk orang-orang yang tidak memiliki jaminan, pekerjaan
tetap, dan riwayat kredit yang terpercaya, serta tidak mampu untuk memperoleh kredit
biasa. Kredit mikro merupakan bagian dari keuangan mikro, suatu layanan
keuangan untuk membantu orang-orang miskin yang mempunyai kemampuan ekonomi
terbatas. Dalam rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki
kemampuan ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan LKM.
Makalah ini mencoba memberikan perspektif tersendiri tentang
bagaimana LKM dapat berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan di Provinsi
Sumatera Barat, walaupun dalam perspektif lain diakui program LKM ini sering
membebani anggaran daerah dan kinerja daerah karena seringnya pemberian kredit
ini yang sering macet. Untuk mengantarkan tujuan ini, makalah ini dibagi
menjadi beberapa bagian. Bagian pertama mencoba menjelaskan Sejarah KUR dan pengertian
seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam perspektif LKM di Sumatera Barat.
Bagian kedua menjelaskan rasional peranan LKM dalam penanggulangan kemiskinan di Sumatera Barat. Bagian akhir merupakan kristalisasi makalah yang
terangkum dalam kesimpulan dan saran.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari Latar Belakang yang telah di paparkan
diatas dapat di rumuskan beberapa Rumusan Masalah antara lain, sebagai berikut
:
1.
Bagaimana
sejarah KUR dalam perspektif LKM di Sumbar ?
2.
Bagaimana
Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan ?
3.
Bagaimana Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM ?
1.3 Tujuan
Masalah
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :
1.
Untuk
mengetahui bagaimana Sejarah KUR dalam perspektif LKM di Sumbar.
2.
Untuk
mengetahui dan mengkaji bagaimana LKM dalam Pengentasan Kemiskinan.
3.
Untuk
mengetahui dan mengkaji Manajemen yang Baik Kunci kesuksesan LKM.
1.4 Manfaat
Masalah
Adapun manfaat dari makalah ini antara lain :
1.
Dapat
meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai sejarah KUR dalam perspektif LKM di
Sumbar.
2.
Dapat
meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai LKM dalam pengentasan kemiskinan.
3.
Dapat
meningkatan pengetahuan pembaca mengenai Manajemen yang Baik Kunci kesuksesam
LKM.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah KUR dalam Perspektif di Sumbar
Siapapun yang berkecimpung dalam usaha KUR, sering mendengar
sebuah bank di Bangladesh yang terkenal Grameen Bank. Esty (2011) pernah
mewawancarai seorang pendirinya yaitu Muhammad Yunus. Inspirasi beliau
mendirikan Grameen Bank sekitar awal tahun 1972-an. Pada waktu itu Yunus baru
pulang kuliah S3 dari Amerika Serikat. Beliau tidak pernah berpikir akan
menjadi seorang bankir di Bangladesh. Yang beliau pikirkan adalah bagaimana
Bangladesh keluar dari keterpurukan karena liberalisasi.
Singkat cerita beliau mendirikan dan memimpin Grameen Bank
dengan sukses pada tahun 1983 untuk membantu masyarakat kecil dari kelaparan
dan kemiskinan. Dimulai dari lingkungan di mana beliau tinggal yaitu Desa
Jobra. Beliau mendirikan semacam koperasi untuk para petani. Beliau meminjamkan
uang kepada anggota masyarakat dengan sistem trust. Artinya, tidak ada jaminan
materi yang nilainya sama untuk masyarakat yang meminjam. Hanya kepercayaan
orang bank terhadap orang tersebut sehingga bank mau meminjamkan sejumlah uang
kepada peminjam. Pinjaman ini berbunga rendah.
Berbekal kesuksesan Grameen Bank, banyak negara lain
mencontohnya dalam berbagai modifikasi usaha termasuk Indonesia. Pada awalnya
yang dilakukan Indonesia adalah menciptakan kredit bergulir yang disalurkan
melalui bank-bank pemerintah. Pada tahun 2007 Pemerintah meluncurkan KUR untuk
para pengusaha kecil dalam memperoleh modal usaha melalui pinjaman. Bank-bank
penyalur pada waktu itu meliputi BRI, BNI, Bukopin, BSM dan Mandiri. KUR ini
bertujuan membantu UMKM dan koperasi dalam memperoleh modal pembiayaan.
Dari penjelasan tersebut di atas, jelas bahwa peran pemerintah dari sisi pendanaan untuk mendukung kegiatan LKM yang
berbentuk koperasi maupun UMKM dirasakan sangat besar. Namun di sisi pembinaan, peran pemerintah
yang kurang maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi kesadaran
masyarakat saat ini untuk berperan di LKM
juga terlihat masih sangat rendah. Seperti di Sumatera Barat Tahun 2008 baru
tercatat 6.910 kelompok usaha ekonomi kecil yang dikelola masyarakat miskin di
Sumatera Barat telah memanfaatkan pinjaman
dana LKM yang penyalurannya melalui Bank daerah. Dari banyaknya kelompok
tersebut, 5,3% kelompok menunggak[1]. Sebagai contoh Kota Solok terjadi tunggakan
untuk kredit bergulir sekitara Rp. 2,06 Milyar[2],
Kabupaten Padang Pariaman 4, 05 Milyar[3].
Salah satu faktor utama kredit macet ini disebabkan oleh karena masih banyak anggota yang kurang berpartisipasi
aktif didalam kegiatan usahanyanya. Padahal partisipasi anggota dalam LKM
sangat penting peranannya untuk memajukan dan mengembangkan lembaganya sendiri. Tanpa adanya partisipasi aktif anggota dalam mengawasi jalannya usaha,
permodalan, dan menikmati keuntungan usaha, serta keterlibatan anggota dalam
mengevaluasi hasil-hasil kegiatan LKM tidak akan ada artinya, dan tidak akan
dapat bekerja secara efektif dan efisien yang mengakibatkan Lembaga ini tidak akan dapat berkembang.
Secara umum, ada beberapa hal yang
menjadi latar belakang penghambat perkembangan usaha LKM di Sumatera Barat :
- Adanya kontradiksi dalam dualisme tujuan usaha LKM, dimana disatu sisi, bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya berdasarkan prinsip kekeluargaan dan saling tolong menolong, sisi yang lain bertujuan untuk mencari laba sebagai sebuah badan usaha, yang pada dasarnya adalah faktor utama penghambat penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam usaha Lembaga LKM untuk mencari laba.
- Kemampuan sumber daya manusia terbatas, yang secara langsung mengakibatkan terbatasnya kemampuan manajerial LKM .
- Geografi dan jaringan distribusi usaha yang terbatas.
- Sarana infrastruktur yang memadai belum dimiliki.
- Modal yang terbatas.
- Terbatasnya penerapan prinsip-prinsip ekonomi secara konsisten dalam LKM.
- Buruknya pelayanan LKM sehingga anggota enggan berkontribusi aktif dalam usaha lembaga tersebut .
- Tingkat kepercayaan anggota terhadap pengurus LKM rendah yang disebabkan oleh kinerja pengurus lembaga yang buruk.
- Tingkat partisipasi aktif anggota rendah dalam kegiatan usaha LKM.
- Faktor ekonomi dan politik yang terjadi di Indonesia.
Di Sumatera Barat.
2.2 Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan
Terlepas
dari macetnya kredit yang disalurkan, LKM dalam banyak hal telah turut
berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan. Bagaimana tidak, sejak KUR
disalurkan pada tahun 2007, UMKM dengan usaha berskala kecil
berkontribusi sebesar 42,61% terhadap PDB nasional. Peranan UMKM dalam
penyerapan tenaga kerja juga cukup signifikan. Tahun 2007, jumlah tenaga kerja
yang terserap di sektor ini mencapai 87,73 juta orang atau 94,3% dari total tenaga
kerja nasional[4].
Selanjutnya,
data Kementerian KUKM (2009) menyebutkan lebih dari 26,4 juta unit usaha mikro
dan kecil di tahun 2008. Mereka bergerak di sektor primer seperti pertanian,
perikanan dan perkebunan. Jika asumsi kasar untuk UMKM ini rata-rata
membutuhkan satu juta hingga lima juta
rupiah untuk modal usaha, maka akan ada permintaan untuk pembiayaan sekitar Rp.
26 triliun hingga 132 triliun.
Meski biaya proses
pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari tingkat bunga bank konvensional,
namun dari sisi mekanisme peminjaman, LKM memiliki beberapa kelebihan
diantaranya tidak ada persyaratan agunan/jaminan seperti diberlakukan pada
perbankan formal. Hal ini karena mekanisme peminjaman menggunakan sistem
chanelling[5]. Bahkan ada
beberapa LKM, pinjaman lebih didasarkan pada kepercayaan karena biasanya
peminjam sudah dikenal oleh pengelolanya.
Kelebihan
lainnya adalah tata cara pencairan dan pengembalian pinjaman sangat fleksibel
dan seringkali disesuaikan dengan cash flow peminjam. Dengan kondisi tersebut,
LKM dalam banyak hal dapat berkontribusi mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam
rangka pengentasan kemiskinan terutama di perdesaan. Hal ini didukung pernyataan
Ashari (2006) (1) LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan
perdesaan sehingga mudah diakses oleh masyarakat yang sebagian besar petani;
(2) masyarakat dipedesaan lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak
prosedur; (3) karakteristik usaha umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak
terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM; (4) dekatnya
lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami karakteristik usaha
sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah; dan (5) adanya
hubungan sosial-budaya serta hubungan yang bersifat personal secara emosional
sehingga dapat diharapkan mengurangi sifat curang dalam pengembalian kredit.
2.3 Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM
Berdasarkan kondisi
LKM tersebut di atas, dapat dipahami bahwa banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan LKM
di Sumatera Barat, maka dalam konteks ini lebih akan membahas bagaimana faktor manajerial LKM yang baik dapat
mensolidkan kontribusi mereka dalam penanggulangan kemiskinan.
Kemampuan Manajerial merupakan suatu
pengetahuan, sikap perilaku dan keterampilan yang dapat membuat pekerjaan
menjadi lebih efektif sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan efisien (Manullang; 1994).
Kemampuan manajerial dapat diartikan juga suatu usaha
untuk menggerakkan sumber-sumber yang tersedia untuk terlibat dalam suatu
program atau kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien. Kemampuan ini suatu prasyarat yang harus dimiliki
pengelola manajemen tingkat puncak yang kemampuanya untuk memimpin organisasi
sebagai suatu prasyarat dalam pengelolaan manajemen tingkat atas (top management).
Didalam LKM, kemampuan manajerial merupakan kemampuan
yang harus dimiliki oleh para pengurus pengelolanya karena para pengurus pengelola
memiliki fungsi Manajerial yang
menggerakan dalam mengelola lembaganya. Oleh karenanya pengurus pengelola LKM memiliki tugas utama mengelolanya termasuk berbagai kegiatan usahanya. Dari tugas tersebut, jelas
tersirat bahwa perkembangan lembaga ini sangat ditentukan oleh kualitas pengurus
pengelolanya. Dimana faktor pengurusnya mempunyai
peran posisi yang sangat menentukan dan dominan.
Disamping itu, para
pengurus pengelola memiliki tugas untuk melaksanakan kesepakatan dan program LKM.
Untuk memilih seorang pengurus hendaklah
individu yang dipilih karena memiliki kemampuan manajerial yang baik, dengan
indikator kemampuan manajerial menurut Winardi (1995) sebagai berikut:
1. Kemampuan
Konseptual (Conceptual Skill)
Memiliki suatu
kemampuan mental untuk berfikir dalam memberikan pengertian, pandangan,
persepsi, dan pendapat dalam menangani kegiatan-kegiatan organisasi secara
menyeluruh, baik mengenai kebijakan, kemungkinan-kemungkinan dalam menghadapi
perubahan dan bagaimana mengantisipasinya, serta mensinkronisasikan semua
kegiatan dalam mancapai tujuan organisasi.
2. Kemampuan Kemanusiaan (Human Skill)
Memiliki
suatu kemampuan untuk bekerja dalam kelompok atau dengan kelompok yang lain
secara organisasi maupun secara individu, dalam memberikan motivasi,
komunikasi, memimpin dan mengarahkan orang-orang untuk mengerjakan sesuatu
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Kemampuan Teknis (Technical Skill )
Memiliki suatu
kemampuan dalam menangani suatu masalah yang ditunjukkan melalui kemampuan
menggunakan suatu prosedur, metode, maupun peralatan teknis dalam proses
operasional terutama yang menyangkut peralatan kerja manusia yang biasa
digunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
4. Kemampuan Administratif (Administrative Skills)
Memiliki
kemampuan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia
serta pengawasan segala hal yang berkaitan dengan sistem administrasi.
Berdasarkan indikator-indikator kemampuan
manajerial LKM tersebut, maka seluruh aspek dalam
mengelola usaha mulai dari segi pemahaman, pengetahuan konseptual mengenai LKM,
segi kemampuan dalam hal teknis, segi kemampuan administratif, segi kemampuan
dalam memotivasi anggota, serta karakteristik-karakteristik personal adalah
wajib dimiliki oleh pengurus LKM.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa kontribusi LKM dalam
penanggulangan kemiskinan sebenarnya cukup signifikan. Hanya saja seringnya
kredit macet, karena disebabkan kemampuan manajerial pengurus LKM masih
terbatas. Hal ini dimaklumi karena rata-rata SDM perdesaan juga masih rendah.
Hanya kemauan yang tinggi saja orang mau mengurus LKM. Untuk itu sebagai
rekomendasi perlu ada penguatan kapasitas bagi pengurus LKM guna meningkatkan
kemampuan pengelolaan ataupun manajerialnya.
Tingginya peluang kredit macet di LKM juga karena disebabkan
penyaluran pinjaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dengan kata lain
LKM kurang memiliki kemampuan didalam menyeleksi calon kreditur. Untuk itu
sebagai rekomendasi, penulis menyarankan ada pendampingan bila pinjaman sudah
disalurkan. Atau alternatif lain dengan cara pengurus LKM menyeleksi dari sisi
kepribadian si peminjam.
Salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan sebuah LKM adalah partisipasi anggotanya, dan
apabila dalam LKM telah terjadi situasi dimana anggota
merasakan tidak adanya manfaat maupun
nilai tambah yang dapat diperoleh dengan bergabung di lembaga tersebut. Hal tersebut dapat dimaklumi karena boleh jadi akibat dari buruknya kinerja manajerial
serta pelayanannya. Kondisi tersebut
membuat partisipasi
dari anggota akan menjadi semakin rendah. Yang harus dibenahi segera adalah
reorientasi dan re-orientasi dan re-organisasi
sebagai bangun perusahaan yang profesional.
Dengan memperhatikan hal diatas, maka dengan ini penulis menyarankan :
1.
Pemilihan pengurus dilakukan harus
berdasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh calon pengurus tersebut, bukan
berdasarkan pada kepentingan individu maupun golongan, namun demi kepentingan
seluruh anggota LKM.
2.
LKM
harus mengadakan kegiatan pendidikan secara mandiri dan berkesinambungan
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurus, pengawas, karyawan, dan
anggota pada umumnya agar dapat memperbaiki kinerja pengelolaan dan usahanya.
3. Pengurus harus membuat program-program yang melibatkan anggota, sehingga
dengan partisipasi anggota, diharapkan dapat menjalin komunikasi yang lebih
lancar antara pengurus dan anggota, dengan demikian aspirasi-aspirasi dari
anggota dapat diserap oleh pengurusnya.
4.
Perlu adanya penerapan standarisasi
pelayanan yang diberikan LKM terhadap para anggotanya, dengan adanya
penerapan standar tersebut, diharapkan tingkat pelayanannya yang
tinggi dapat menjadi suatu kebiasaan dan suatu etos kerja.
5.
Perlu adanya sosialisasi oleh pengurus LKM
mengenai seluruh kegiatan dan program yang dilaksanakan di lembaga tersebut kepada para anggotanya sehingga seluruh anggotanya dapat mengetahui
secara langsung kondisi lembaganya baik secara fisik maupun non fisik.
4.2 Saran
Bagi
siapa yang membaca makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua dalam menjalani aktivitas kita sebagai seorang
mahasiswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Ashari (2006). Potensi
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan
Pengembangannya. Analisis Kebijakan Pertanian,
Volume 4 No. 2, Juni 2006. Pusat
Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Esty, K (2011) Lessons
from Muhammad Yunus and the Grameen Bank. OD
PRACTITIONER Vol. 43 No. 1 2011.
Manullang,
M (1994), Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia
Winardi
(1995), Sistem Informasi Manajemen. Bandung : Penerbit NOVA,.
[1] Data
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Sumbar yang dirilis Bank
Indonesia mencatatkan rasio kredit macet sektor UMKM di Sumbar masih
menyentuh 5,3% pada triwulan IV 2014 atau di atas ambang batas regulator 5%.
[2] Sumber:
http://www.antaranews.com/print/276007/kredit-macet-dana-bergulir-solok-lebih-rp2-mi
[3] Sumber Bagian Ekonomi
Pembangunan Setda Kab. Padang Pariaman 2015.
[4] Data Kementerian UMKM 2009.
[5].Bank-bank konvensional
membedakan sistem kredit yaitu chanelling dan executing. Mekanisme executing
digunakan oleh bank dengan bunga lebih tinggi dan mensyaratkan adanya
agunan/jaminan.